Senin, 28 April 2014

Kasus RUU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) (Pertemuan 8)

Diposting oleh Fildzah Zhafrina di 21.34 1 komentar
Studi Kasus : Kasus Prita Mulyasari

Oleh :
Fildzah Zhafrina. 12110781.
Indri Noviyanti. 13110539.


Kronologi Peristiwa
Kasus yang menimpa Prita Mulyasari mulai dari awal dia berobat ke RS Omni International sampai kemudian digugat secara perdata dan pidana lalu dipenjara selama tiga minggu lamanya :


  • 7 Agustus 2008, 20:30
Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan pusing kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal 200.000), suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi suntikan dengan diagnosa positif demam berdarah.

  •  8 Agustus 2008
Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat.


  •   9 Agustus 2008
Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara. Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan kanan juga bengkak, dia memaksa agar
infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi.


  • 10 Agustus 2008
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian lab terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan mata kiri.


  • 11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid.
Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus yang menular.

  • 15 Agustus 2008
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online.

  • 30 Agustus 2008
Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com.

  • 5 September 2008
RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus.

  •  22 September 2008
Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumernya.

  • 8 September 2008
Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.

  • 24 September 2008
Gugatan perdata masuk.

  • 11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Prita langsung mengajukan banding.

  • 13 Mei 2009
Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga dilaporkan oleh Omni.

  •   2 Juni 2009
Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang.

  • 3 Juni 2009
Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota.

  •   4 Juni 2009
Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN Tangerang.

Analisa Kasus
Kasus penahanan yang menimpa Prita Mulyasari memunculkan gelombang protes serta dukungan dari para blogger, praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat negara. Sampai tanggal 5 Juni 2009 dukungan terhadap Prita di Facebook hampir mencapai 150 ribu anggota, begitu pula dukungan melalui blog yang disampaikan para blogger terus bertambah setiap harinya.  Beberapa kalangan menilai Prita tidak layak ditahan serta hanya menjadi korban penyalahgunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, tak kurang pula Megawati Soekarno putri ikut menilai Prita merupakan korban neoliberalisme
Prita didenda 204 juta rupiah, menyebabkan dukungan baginya tumbuh lebih kuat. Sebuah milis dan kelompok Facebook yang disebut "KOIN UNTUK PRITA"  mulai mengumpulkan uang dari orang-orang di seluruh Indonesia. Orang-orang mulai mengumpulkan koin untuk membantu Prita membayar denda. 
 Besarnya dukungan serta simpatisan atas kasus ini membuat Presiden IndonesiaSusilo Bambang Yudhoyono, meminta penjelasan dari Kapolri dan Jaksa Agung, serta meminta seluruh jajaran penegak hukum untuk memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat dalam menjalankan tugas. Kemudian, melihat dukungan besar bagi Prita, RS Omni Internasional mencabut gugatan perdatanya.

Hukuman Berkaitan dengan Undang-undang
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Berdasarkan kasus di atas, pada tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang merugikan pihak rumah sakit sehingga :
·       Harus membayar kerugian material sebesar Rp161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp100 juta untuk kerugian immaterial.
·        Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan karena dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti.
Namun pada akhirnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari tidak terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International.
 Tanggal 3 Juni 2009 Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi tahanan kota. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009 Pengadilan Negeri Tangerang mencabut status tahanan kota.
Melalui persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni 2009, Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum. 

Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
  1. Selama masa perawatan di RS Omni Internasional, Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, di samping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter. 
  2. Disebabkan karena pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit, Prita kemudian menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis.
  3. Surel tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik
  4. Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita dijerat Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan dan membayar denda.
  5. Kasus penahanan yang menimpa Prita Mulyasari memunculkan gelombang protes serta dukungan dari para blogger, praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat negara. Sehingga akhirnya Prita Mulyasari terbebas dari hukum dan tidak terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International.

Referensi       
[1]       Wikipedia. 28 April 2014. “Rumah Sakit Omni Internasional”. http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Sakit_Omni_Internasional.
[2]  Zulkarnaen, Iskandar. 03 Juni 2009. “Studi Kronologi Kasus Prita Mulyasari”. http://hukum.kompasiana.com/2009/06/03/kronologi-kasus-prita-mulyasari-13940.html.
[3]        Wikipedia. 28 April 2014. “Prita Mulyasari” . http://id.wikipedia.org/wiki/Prita_Mulyasari.




Kasus UU No 36 Telekomunikasi (Pertemuan 7)

Diposting oleh Fildzah Zhafrina di 14.14 0 komentar
Studi Kasus : Hack Situs http://tnp.kpu.go.id pada Pemilu 2004

Oleh :
Indri Noviyanti. 13110539.
Fildzah Zhafrina. 12110781.


Kronologi Peristiwa
Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 April 2004 dengan target situs http://tnp.kpu.go.id, pelaku yang bernama Dani Firmansyah merasakan adrenalinnya terangsang begitu cepat ketika mendengar pernyataan Ketua Kelompok Kerja Teknologi Informasi KPU Chusnul Mar’iyah bahwa sistem keamanan Situs KPU 99.99% aman dari serangan hacker. Maka pelaku pun memulai serangannya ke situs KPU tersebut selama kurang lebih 5 hari hingga ia pun berhasil men-deface tampilan situs KPU dengan mengganti nama-nama partai peserta pemilu. Alur tindak kejahatannya di mulai dari “warnet warna” yang berlokasi di Jogyakarta. Tersangka mencoba melakukan tes sistem security kpu.go.id melalui XSS (Cross Site Scripting) dan Sistem SQL injection dengan menggunakan IP Publik PT. Danareksa 202.158.10.***. Pada layer identifikasi nampak keluar message risk dengan level low (ini artinya web site KPU tidak dapat ditembus).
Pada 17 April 2004 jam 03.12.42 WIB, tersangka mencoba lagi untuk menyerang server KPU dan berhasil menembus IP (tnp.kpu.go,id) 203.130.***.*** serta berhasil update tabel nama partai pada pukul 11.24.16. sampai 11.34.27 WIB. Adapun teknik yang dipakai tersangka melalui teknik spoofing (penyesatan) yaitu tersangka melakukan hacking dari IP 202.158.10.*** kemudian membuka IP proxy Anonimous (tanpa nama) Thailand 208.***.1. lalu masuk ke IP (tnp.kpu.go.id) 203.130.***.*** dan berhasil merubah tampilan nama partai.
Setelah kejadian tersebut tim penyelididik Satuan Cyber Crime Krimsus Polda Metro Jaya yang di ketua oleh AKBP Pol Petrus R Golose mulai melakukan pengecekan atas log file server KPU. Tim penyelidik melakukan penyelidikan dengan cara membalik. “Bukan dari 208.***.1 (server di Thailand) untuk mengetahui apakah pelaku mengakses IP 208.***.1. atau tidak.
Tidak sengaja tim perburuan bertemu dengan seseorang yang kenal dengan Dani di internet ketika sedang chatting. Kemudian tim penyidik menemukan salah satu IP address di log KPU, ada yang berasal dari PT. Danareksa. Lalu belakangan diketahui bahwa seseorang yang diajak chatting dengan polisi untuk mencari informasi tentang Dani tersebut adalah Fuad Nahdi yang memiliki asal daerah yang sama dengan Dani, dan merupakan admin di Warna Warnet. “Jadi nickname-nya mengarah ke Dani dan IP addres-nya mengarah ke tempat kerjanya Dani. Dari hasil investigasi, keluar surat perintah penangkapan atas Dani Firmansyah yang berhasil dibekuk di kantornya di Jakarta.

Analisa Kasus
Meskipun telah melakukan pemeriksaan secarta komprehensif, ternyata motif dari pelaku pembobolan situs KPU belum juga secara gamblang terungkap. Ada beberapa orang yang menyatakan bahwa dibalik pembobolan situs tersebut ada motif politis dari pelaku ataupun pihak-pihak lain yang mungkin berada dibelakangnyaBerdasarkan hasil pemeriksaan sementara, motif perbuatan tersangka semata-mata dilakukan karena iseng belaka, selain itu, Dani juga tertantang untuk menjawab tantangan teman-temannya dalam komunitas milis yang diikutinya.
Tak adanya muatan-muatan politis di dalam aksi pembobolan situs KPU ini juga diperkuat oleh pernyataan dari pihak Kapolda Metro Jaya. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Makbul Padmanegara menegaskan bahwa memang tidak ada motif politik tertentu dibalik aksi Dani dalam merusak website KPU. Tersangka hanya tertantang untuk mencoba kemampuannya setelah mendengar pernyataan dari pejabat di KPU. Dia ingin mengingatkan bahwa secanggihnya sistem teknologi itu pasti masih bisa ditembus, kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Makbul Padmanegara di Mapolda.
Pernyataan Kapolda Metro Jaya juga diperkuat oleh pernyataan pelaku sendiri. Dani mengaku perbuatan merusak fasilitas Komisi Pemilihan Umum hanya sekadar iseng. Dia juga ingin membuktikan bahwa sebenarnya sistem informasi KPU tidak aman dan sangat mudah untuk ditembus.

Hukuman Berkaitan dengan Undang-undang
Berdasarkan UU No. 36/199, apa yang dilakukan oleh Dani Firmansyah adalah jelas-jelas merupakan perbuatan melawan hukum. Ada tiga pasal yang menjerat yaitu:
Dani Firmansyah, hacker situs KPU dinilai terbukti melakukan tindak pidana yang melanggar pasal 22 huruf a, b, c, Pasal 38 dan Pasal 50 UU No 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
·         Pada pasal 22 UU Telekomunikasi berbunyi :
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak,tidak sah atau memanipulasi :
a.       akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
b.      akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
c.       akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
·         Pasal 38 Bagian ke-11 UU Telekomunikasi yang berbunyi “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggara telekomunikasi.” Internet sendiri dipandang sebagai sebuah jasa telekomunikasi.
·         pasal 50 UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 November 2004 oleh Jaksa Penuntut Umum Ramos Hutapea, akhirnya Dani Firmansyah dituntut hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan.

Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Tidak ada motif politis dalam yang dilakukan oleh Dani Firmansyah dalam aksi pembobolan situs KPU, melainkan semata-mata dilakukan karena iseng dan membuktikan bahwa sistem informasi KPU tidak aman dan sangat mudah untuk ditembus.
2.      Berdasarkan UU No. 36/199, apa yang dilakukan oleh Dani Firmansyah adalah jelas-jelas merupakan perbuatan melawan hukum dan dapat dijerat Pasal 22 dan Pasal 38 UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi dan diancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Referensi
[1]       Hamda, Hanung Hisbullah. 20 April 2014. “ENERAPAN UU NO. 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DALAM KASUS CYBER CRIME DI INDONESIA (Studi Kasus Atas Pembobolan Situs www.kpu.go.id)”. http://hanunghisbullahhamda.blogspot.com/2011/04/penerapan-uu-no-36-tahun-1999-tentang.html.
[2]       Kumala, Endah Ratna. 20 April 2014. “Studi Kasus Pelanggaran UU ITE”. http://zolovemo.blogspot.com/2013/02/studi-kasus-pelanggaran-uu-ite.html.





Kasus UU No 19 Hak Cipta (Pertemuan 6)

Diposting oleh Fildzah Zhafrina di 14.06 0 komentar

Studi Kasus :

Pelantun Lagu Oplosan Terancam Hukuman 7 Tahun


Oleh :
Fildzah Zhafrina. 12110781.
Indri Noviyanti. 13110539.


Kronologi Peristiwa
Eny Sagita, penyanyi dangdut asal Nganjuk yang sukses mempopulerkan lagu Oplosan kesandung persoalan hukum. Dia didakwa melakukan pelanggaran hak cipta karena lagu tersebut ternyata bukan karya aslinya.
Kasus ini, menurut kuasa hukum Eny, Bambang Sukoco, sebenarnya sudah berlangsung cukup lama. Seorang seniman asal Kediri bernama Nur Bayan mengajukan laporan pelanggaran hak cipta ke Kepolisian Daerah Jawa Timur satu tahun lalu dengan terlapor Eny Sagita. Penyanyi 28 tahun itu dituding menyerobot lagu Oplosan ciptaannya, baik saat menyanyikan di panggung maupun menggandakan dalam bentuk cakram padat. Oplosan diketahui berada di antara lagu-lagu Eny yang direkam bersama grup Orkes Dangdut Sagita. 
Dakwaan yang disampaikan jaksa, menurut Bambang, sangat gampang untuk dibantah. Sebab, hingga kini pihak Nur Bayan selaku pelapor juga belum bisa membuktikan bahwa lagu tersebut adalah ciptaannya, atau setidaknya didaftarkan sebagai hasil kreatifnya. Ini berarti siapa pun bebas menyanyikannya di atas panggung. "Penyanyi lain juga banyak yang menyanyikan, sampai di televisi," kata Bambang. Namun demikian, dia mengakui bahwa kliennya memang bukan pencipta lagu tersebut.

Analisa Kasus
Dikonfirmasi terkait kasus dugaan perampasan hak cipta yang melibatkan dirinya, Eni Sagita menuturkan, dirinya merasa tidak bersalah sama sekali. Pasalnya, dia tersebut hanya menyanyikan lagu berjudul Oplosan saat pentas dalam acara ekspo tahun 2011 lalu. Dia mengelak telah dituduh merekam dan menggandakan untuk dijual bebas. Yang dia lakukan sebagai artis penyanyi, menyanyikan lagu-lagu karya orang lain seperti penyanyi-penyanyi lain.
Hanya, Eni mengakui, saat menyanyikan lagu Oplosan tersebut tidak minta ijin atau menyebutkan penciptanya. Masalahnya, sejak mulai menjadi penyanyi sekitar 1996, Eni tidak pernah minta ijin kepada pencipta lagu-lagu yang dia bawakan.
Meskipun Nur Bayan belum bisa membuktikan bahwa lagu oplosan tersebut adalah ciptaannya, namun jika terbukti bersalah Eny Sagita bisa dijatuhi hukuman yang cukup berat. Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Nganjuk Luchas Rohman mengatakan, Eny dijerat dengan pasal pelanggaran hak cipta. Sesuai Undang-Undang Hak Cipta, terdakwa bisa dijatuhi hukuman penjara maksimal tujuh tahun serta denda sebesar Rp 5 miliar.
Hukuman Berkaitan dengan Undang-undang
Berdasarkan UU No. 19/2002, jika terbukti bersalah apa yang dilakukan oleh Eny Sagita merupakan perbuatan pelanggaran hak cipta.
Pada BAB II  mengenai Lingkup Hak Cipta, bagian pertama  :
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2 ayat (1) :
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang¬undangan yang berlaku.

BAB VII  mengenai Hak Terkait :
·           Pasal 49 ayat (1) :
Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.

·           Pasal 49 ayat (2) :
Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan Karya Rekaman suara atau rekaman bunyi.
Maka Pasal yang menjerat yaitu pada BAB XIII mengenai Ketentuan Pidana:
·           Pasal 72 ayat (1) :
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 
Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk menetapkan status Eni Sagita sebagai tersangka dan segera dinaikkan sebagai terdakwa. Kendati demikian, kejaksaan tidak langsung menahan tersangka dengan pertimbangan, yang bersangkutan memiliki anak kecil. Tersangka berjanji tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, dan dijamin oleh orang tuanya.

Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.        Eny Sagita, penyanyi dangdut asal Nganjuk yang sukses mempopulerkan lagu Oplosan kesandung persoalan hukum. Dia didakwa melakukan pelanggaran hak cipta karena lagu tersebut ternyata bukan karya aslinya dan menyanyikan lagu tanpa mendapat ijin dari penciptanya
2.      Eny tidak pernah minta ijin kepada pencipta lagu-lagu yang dia bawakan. Karena memang ia tidak tahu, kalau harus ijin atau menyebutkan nama penciptanya. Kebanyakan warga Indonesia tidak mengetahui sepenuhnya apa saja lingkup hukum mengenai Hak Cipta.
3.      Dari kasus di atas sang pencipta lagu Nur Bayan, belum bisa membuktikan bahwa lagu oplosan tersebut adalah ciptaannya. Karena kurang tahunya para pencipta bahwa karyanya dapat di daftarkan HAKI di Depkumham sehingga dapat terlindungi.
4.      Berdasarkan UU No. 19/2002, apa yang dilakukan oleh Eny Sagita adalah merupakan perbuatan pelanggaran Hak Cipta dan dapat dijerat Pasal 72 ayat 1 dan diancam pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 

Referensi

[1]      Tempo. 21 Januari 2014. “Pelantun Lagu Oplosan Terancam Hukuman 7 Tahun”. http://www.tempo.co/read/news/2014/01/21/219547028/Pelantun-Lagu-Oplosan-Terancam-Hukuman-7-Tahun.

[2]       Anjukzone. 28 April 2014. “Nyanyi Oplosan Eni Sagita Terancam 7 Tahun Penjara”. http://www.anjukzone.com/index.php/hukum/1599-nyanyi-oplosan-eni-sagita-terancam-7-tahun-penjara.



Minggu, 27 April 2014

Kasus Cyberlaw (Pertemuan 5)

Diposting oleh Fildzah Zhafrina di 21.01 0 komentar
Studi Kasus : Perbandingan Kasus Hacking di Indonesia dan Singapura

Oleh :
Indri Noviyanti. 13110539.
Fildzah Zhafrina. 12110781.


Kasus Hacking di Indonesia
Pada tanggal 09 dan 10 Januari 2013 lalu, Wildan Yani Ashari berhasil melumpuhkan situs presiden Susilo Bambang Yudhoyono, http://www.presidensby.info. Wildan merupakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Balung 2011 jurusan teknik bangunan. Pekerjaan Wildan sehari-hari adalah sebagai penjaga sekaligus teknisi di Warnet CV Surya Infotama milik Adi Kurniawan, saudara sepupunya.
Dari aksinya tersebut, Wildan berhasil mengubah tampilan laman www.presidensby.info dengan tampilan Jemberhacker Team dan membuat situs tidak bisa diakses selama 2 jam. Namun, tidak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya sang pelaku berhasil diringkus pihak kepolisian. Wildan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. Jaksa menilai pemuda yang meretas situs http://www.presidensby.info itu telah melanggar Pasal 46 ayat (1) juncto Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Ada dua hal yang meringkan tuntutan bagi Wildan. Pertama, Wildan tidak pernah dihukum atau dipenjara dan Kedua, ada permintaan saksi dari Mabes Polri bahwa Wildan sangat berbakat dan perlu diarahkan agar bisa menggunakan keahliannya dengan baik dan berguna. Pada akhirnya, Jaksa penuntut umum menuntut Wildan dengan hukuman selama 10 bulan penjara. Wildan juga diwajibkan membayar denda sebanyak Rp 250 ribu subsidier satu bulan penjara.

Kasus Hacking di Singapore
Dua hacker Singapura diciduk sebagai pelaku hacking terhadap situs resmi milik Istana. Kedua terdakwa diidentifikasi beberapa hari setelah administrator laman Istana melapor ke polisi. Dua orang terduga ini ditangkap pada Kamis (28 November 2013), dan diadili Jumat (29 November 2013). Dua orang yang tersebut adalah Melvin Teo, seorang siswa ITE berusia 17 tahun, dan Delson Moo, pria berusia 42 tahun. Teo dituduh memodifikasi isi server itu pada pukul 12.33 waktu setempat. Sedang Moo diduga melakukan tindakan serupa pada pukul 12.34. Keduanya dituduh melakukan tindakan itu dua kali pada 8 November 2013.
Berdasarkan peraturan tentang penyalahgunaan komputer dan keamanan cyber negara itu, terdakwa terbukti modifikasi bahan komputer secara tidak sah dan dijerat pasal 5 (1) Penyalahgunaan Komputer dan Cybersecurity Act Bab 50A.

Computer Misuse and Cybersecurity Act (CHAPTER 50A)
An Act to make provision for securing computer material against unauthorised access or modification, to require or authorise the taking of measures to ensure cybersecurity, and for matters related thereto.
(5)  For the purposes of this Act, access of any kind by any person to any program or data held in a computer is unauthorised or done without authority if —
(a)  he is not himself entitled to control access of the kind in question to the program or data; and
(b)  he does not have consent to access by him of the kind in question to the program or data from any person who is so entitled.

Berdasarkan undang-undang ini , hukuman maksimalnya adalah denda sebesar $ 10.000 hukuman penjara 3 tahun, atau keduanya.

Analisa Kasus
Berdasarkan kasus hacking yang telah disebutkan diatas, baik kasus hacking yang terjadi di Indonesia maupun Singapura, keduanya memiliki persamaan yaitu pelaku melakukan akses ke situs pemerintahan. Di Indonesia, berdasarkan cyberlaw yang berlaku, pelaku mendapatkan hukuman 6 tahun pidana penjara dan/atau denda sebanyak 600 juta rupiah. Sedangkan di Singapura, berdasarkan cyberlaw yang berlaku, pelaku mendapatkan hukuman 3 tahun pidana penjara dan/atau denda sebesar $10.000. Dapat terlihat jelas bahwa hukuman bagi pelaku hacking berdasarkan cyberlaw di Indonesia lebih berat dibandingkan dengan cyberlaw di Singapura.

Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumya, dapat diambil kesimpulan bahwa setiap negara memiliki cyberlaw dan dalam kasus hacking yang telah dibahas sebelumnya, hukuman bagi pelaku berdasarkan cyberlaw di Indonesia lebih berat dibandingkan dengan cyberlaw di Singapura.

Referensi
 [1]       AGC Singapore. 26 April 2014. “Computer Misuse and Cybersecurity Act (CHAPTER 50A)”. http://statutes.agc.gov.sg/aol/search/display/view.w3p;page=0;query=DocId:8a3534de-991c-4e0e-88c5-4ffa712e72af%20%20Status:inforce%20Depth:0;rec=0.
[2]        Majalah ICT. 26 April 2014. “Wildan Peretas Situs SBY Dihukum 6 Bulan”. http://majalahict.com/berita-1661-wildan-peretas-situs-sby-dihukum-6-bulan.html.
[3]        Nouval, Alvin. 26 April 2014. “Singapura tangkap lagi 2 hacker yang kacaukan situs negara”. http://www.merdeka.com/teknologi/singapura-tangkap-lagi-2-hacker-yang-kacaukan-situs-negara.html.
[4]        The Real Singapore. 26 April 2014. “Police Arrest Two Singaporeans In Connection With Istana Website Hack”. http://therealsingapore.com/content/police-arrest-two-singaporeans-connection-istana-website-hack.
[5]        UNS. 26 April 2014. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik”. http://arsip.uns.ac.id/unduh/UU-ITE.pdf.



Senin, 28 April 2014

Kasus RUU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) (Pertemuan 8)

Studi Kasus : Kasus Prita Mulyasari

Oleh :
Fildzah Zhafrina. 12110781.
Indri Noviyanti. 13110539.


Kronologi Peristiwa
Kasus yang menimpa Prita Mulyasari mulai dari awal dia berobat ke RS Omni International sampai kemudian digugat secara perdata dan pidana lalu dipenjara selama tiga minggu lamanya :


  • 7 Agustus 2008, 20:30
Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan pusing kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal 200.000), suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi suntikan dengan diagnosa positif demam berdarah.

  •  8 Agustus 2008
Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat.


  •   9 Agustus 2008
Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara. Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan kanan juga bengkak, dia memaksa agar
infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi.


  • 10 Agustus 2008
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian lab terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan mata kiri.


  • 11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid.
Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus yang menular.

  • 15 Agustus 2008
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online.

  • 30 Agustus 2008
Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com.

  • 5 September 2008
RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus.

  •  22 September 2008
Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumernya.

  • 8 September 2008
Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.

  • 24 September 2008
Gugatan perdata masuk.

  • 11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Prita langsung mengajukan banding.

  • 13 Mei 2009
Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga dilaporkan oleh Omni.

  •   2 Juni 2009
Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang.

  • 3 Juni 2009
Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota.

  •   4 Juni 2009
Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN Tangerang.

Analisa Kasus
Kasus penahanan yang menimpa Prita Mulyasari memunculkan gelombang protes serta dukungan dari para blogger, praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat negara. Sampai tanggal 5 Juni 2009 dukungan terhadap Prita di Facebook hampir mencapai 150 ribu anggota, begitu pula dukungan melalui blog yang disampaikan para blogger terus bertambah setiap harinya.  Beberapa kalangan menilai Prita tidak layak ditahan serta hanya menjadi korban penyalahgunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, tak kurang pula Megawati Soekarno putri ikut menilai Prita merupakan korban neoliberalisme
Prita didenda 204 juta rupiah, menyebabkan dukungan baginya tumbuh lebih kuat. Sebuah milis dan kelompok Facebook yang disebut "KOIN UNTUK PRITA"  mulai mengumpulkan uang dari orang-orang di seluruh Indonesia. Orang-orang mulai mengumpulkan koin untuk membantu Prita membayar denda. 
 Besarnya dukungan serta simpatisan atas kasus ini membuat Presiden IndonesiaSusilo Bambang Yudhoyono, meminta penjelasan dari Kapolri dan Jaksa Agung, serta meminta seluruh jajaran penegak hukum untuk memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat dalam menjalankan tugas. Kemudian, melihat dukungan besar bagi Prita, RS Omni Internasional mencabut gugatan perdatanya.

Hukuman Berkaitan dengan Undang-undang
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Berdasarkan kasus di atas, pada tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang merugikan pihak rumah sakit sehingga :
·       Harus membayar kerugian material sebesar Rp161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp100 juta untuk kerugian immaterial.
·        Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan karena dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti.
Namun pada akhirnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari tidak terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International.
 Tanggal 3 Juni 2009 Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi tahanan kota. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009 Pengadilan Negeri Tangerang mencabut status tahanan kota.
Melalui persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni 2009, Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum. 

Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
  1. Selama masa perawatan di RS Omni Internasional, Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, di samping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter. 
  2. Disebabkan karena pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit, Prita kemudian menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis.
  3. Surel tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik
  4. Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita dijerat Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan dan membayar denda.
  5. Kasus penahanan yang menimpa Prita Mulyasari memunculkan gelombang protes serta dukungan dari para blogger, praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat negara. Sehingga akhirnya Prita Mulyasari terbebas dari hukum dan tidak terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International.

Referensi       
[1]       Wikipedia. 28 April 2014. “Rumah Sakit Omni Internasional”. http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Sakit_Omni_Internasional.
[2]  Zulkarnaen, Iskandar. 03 Juni 2009. “Studi Kronologi Kasus Prita Mulyasari”. http://hukum.kompasiana.com/2009/06/03/kronologi-kasus-prita-mulyasari-13940.html.
[3]        Wikipedia. 28 April 2014. “Prita Mulyasari” . http://id.wikipedia.org/wiki/Prita_Mulyasari.




Kasus UU No 36 Telekomunikasi (Pertemuan 7)

Studi Kasus : Hack Situs http://tnp.kpu.go.id pada Pemilu 2004

Oleh :
Indri Noviyanti. 13110539.
Fildzah Zhafrina. 12110781.


Kronologi Peristiwa
Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 April 2004 dengan target situs http://tnp.kpu.go.id, pelaku yang bernama Dani Firmansyah merasakan adrenalinnya terangsang begitu cepat ketika mendengar pernyataan Ketua Kelompok Kerja Teknologi Informasi KPU Chusnul Mar’iyah bahwa sistem keamanan Situs KPU 99.99% aman dari serangan hacker. Maka pelaku pun memulai serangannya ke situs KPU tersebut selama kurang lebih 5 hari hingga ia pun berhasil men-deface tampilan situs KPU dengan mengganti nama-nama partai peserta pemilu. Alur tindak kejahatannya di mulai dari “warnet warna” yang berlokasi di Jogyakarta. Tersangka mencoba melakukan tes sistem security kpu.go.id melalui XSS (Cross Site Scripting) dan Sistem SQL injection dengan menggunakan IP Publik PT. Danareksa 202.158.10.***. Pada layer identifikasi nampak keluar message risk dengan level low (ini artinya web site KPU tidak dapat ditembus).
Pada 17 April 2004 jam 03.12.42 WIB, tersangka mencoba lagi untuk menyerang server KPU dan berhasil menembus IP (tnp.kpu.go,id) 203.130.***.*** serta berhasil update tabel nama partai pada pukul 11.24.16. sampai 11.34.27 WIB. Adapun teknik yang dipakai tersangka melalui teknik spoofing (penyesatan) yaitu tersangka melakukan hacking dari IP 202.158.10.*** kemudian membuka IP proxy Anonimous (tanpa nama) Thailand 208.***.1. lalu masuk ke IP (tnp.kpu.go.id) 203.130.***.*** dan berhasil merubah tampilan nama partai.
Setelah kejadian tersebut tim penyelididik Satuan Cyber Crime Krimsus Polda Metro Jaya yang di ketua oleh AKBP Pol Petrus R Golose mulai melakukan pengecekan atas log file server KPU. Tim penyelidik melakukan penyelidikan dengan cara membalik. “Bukan dari 208.***.1 (server di Thailand) untuk mengetahui apakah pelaku mengakses IP 208.***.1. atau tidak.
Tidak sengaja tim perburuan bertemu dengan seseorang yang kenal dengan Dani di internet ketika sedang chatting. Kemudian tim penyidik menemukan salah satu IP address di log KPU, ada yang berasal dari PT. Danareksa. Lalu belakangan diketahui bahwa seseorang yang diajak chatting dengan polisi untuk mencari informasi tentang Dani tersebut adalah Fuad Nahdi yang memiliki asal daerah yang sama dengan Dani, dan merupakan admin di Warna Warnet. “Jadi nickname-nya mengarah ke Dani dan IP addres-nya mengarah ke tempat kerjanya Dani. Dari hasil investigasi, keluar surat perintah penangkapan atas Dani Firmansyah yang berhasil dibekuk di kantornya di Jakarta.

Analisa Kasus
Meskipun telah melakukan pemeriksaan secarta komprehensif, ternyata motif dari pelaku pembobolan situs KPU belum juga secara gamblang terungkap. Ada beberapa orang yang menyatakan bahwa dibalik pembobolan situs tersebut ada motif politis dari pelaku ataupun pihak-pihak lain yang mungkin berada dibelakangnyaBerdasarkan hasil pemeriksaan sementara, motif perbuatan tersangka semata-mata dilakukan karena iseng belaka, selain itu, Dani juga tertantang untuk menjawab tantangan teman-temannya dalam komunitas milis yang diikutinya.
Tak adanya muatan-muatan politis di dalam aksi pembobolan situs KPU ini juga diperkuat oleh pernyataan dari pihak Kapolda Metro Jaya. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Makbul Padmanegara menegaskan bahwa memang tidak ada motif politik tertentu dibalik aksi Dani dalam merusak website KPU. Tersangka hanya tertantang untuk mencoba kemampuannya setelah mendengar pernyataan dari pejabat di KPU. Dia ingin mengingatkan bahwa secanggihnya sistem teknologi itu pasti masih bisa ditembus, kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Makbul Padmanegara di Mapolda.
Pernyataan Kapolda Metro Jaya juga diperkuat oleh pernyataan pelaku sendiri. Dani mengaku perbuatan merusak fasilitas Komisi Pemilihan Umum hanya sekadar iseng. Dia juga ingin membuktikan bahwa sebenarnya sistem informasi KPU tidak aman dan sangat mudah untuk ditembus.

Hukuman Berkaitan dengan Undang-undang
Berdasarkan UU No. 36/199, apa yang dilakukan oleh Dani Firmansyah adalah jelas-jelas merupakan perbuatan melawan hukum. Ada tiga pasal yang menjerat yaitu:
Dani Firmansyah, hacker situs KPU dinilai terbukti melakukan tindak pidana yang melanggar pasal 22 huruf a, b, c, Pasal 38 dan Pasal 50 UU No 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
·         Pada pasal 22 UU Telekomunikasi berbunyi :
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak,tidak sah atau memanipulasi :
a.       akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
b.      akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
c.       akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
·         Pasal 38 Bagian ke-11 UU Telekomunikasi yang berbunyi “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggara telekomunikasi.” Internet sendiri dipandang sebagai sebuah jasa telekomunikasi.
·         pasal 50 UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 November 2004 oleh Jaksa Penuntut Umum Ramos Hutapea, akhirnya Dani Firmansyah dituntut hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan.

Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Tidak ada motif politis dalam yang dilakukan oleh Dani Firmansyah dalam aksi pembobolan situs KPU, melainkan semata-mata dilakukan karena iseng dan membuktikan bahwa sistem informasi KPU tidak aman dan sangat mudah untuk ditembus.
2.      Berdasarkan UU No. 36/199, apa yang dilakukan oleh Dani Firmansyah adalah jelas-jelas merupakan perbuatan melawan hukum dan dapat dijerat Pasal 22 dan Pasal 38 UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi dan diancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Referensi
[1]       Hamda, Hanung Hisbullah. 20 April 2014. “ENERAPAN UU NO. 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DALAM KASUS CYBER CRIME DI INDONESIA (Studi Kasus Atas Pembobolan Situs www.kpu.go.id)”. http://hanunghisbullahhamda.blogspot.com/2011/04/penerapan-uu-no-36-tahun-1999-tentang.html.
[2]       Kumala, Endah Ratna. 20 April 2014. “Studi Kasus Pelanggaran UU ITE”. http://zolovemo.blogspot.com/2013/02/studi-kasus-pelanggaran-uu-ite.html.





Kasus UU No 19 Hak Cipta (Pertemuan 6)

Studi Kasus :

Pelantun Lagu Oplosan Terancam Hukuman 7 Tahun


Oleh :
Fildzah Zhafrina. 12110781.
Indri Noviyanti. 13110539.


Kronologi Peristiwa
Eny Sagita, penyanyi dangdut asal Nganjuk yang sukses mempopulerkan lagu Oplosan kesandung persoalan hukum. Dia didakwa melakukan pelanggaran hak cipta karena lagu tersebut ternyata bukan karya aslinya.
Kasus ini, menurut kuasa hukum Eny, Bambang Sukoco, sebenarnya sudah berlangsung cukup lama. Seorang seniman asal Kediri bernama Nur Bayan mengajukan laporan pelanggaran hak cipta ke Kepolisian Daerah Jawa Timur satu tahun lalu dengan terlapor Eny Sagita. Penyanyi 28 tahun itu dituding menyerobot lagu Oplosan ciptaannya, baik saat menyanyikan di panggung maupun menggandakan dalam bentuk cakram padat. Oplosan diketahui berada di antara lagu-lagu Eny yang direkam bersama grup Orkes Dangdut Sagita. 
Dakwaan yang disampaikan jaksa, menurut Bambang, sangat gampang untuk dibantah. Sebab, hingga kini pihak Nur Bayan selaku pelapor juga belum bisa membuktikan bahwa lagu tersebut adalah ciptaannya, atau setidaknya didaftarkan sebagai hasil kreatifnya. Ini berarti siapa pun bebas menyanyikannya di atas panggung. "Penyanyi lain juga banyak yang menyanyikan, sampai di televisi," kata Bambang. Namun demikian, dia mengakui bahwa kliennya memang bukan pencipta lagu tersebut.

Analisa Kasus
Dikonfirmasi terkait kasus dugaan perampasan hak cipta yang melibatkan dirinya, Eni Sagita menuturkan, dirinya merasa tidak bersalah sama sekali. Pasalnya, dia tersebut hanya menyanyikan lagu berjudul Oplosan saat pentas dalam acara ekspo tahun 2011 lalu. Dia mengelak telah dituduh merekam dan menggandakan untuk dijual bebas. Yang dia lakukan sebagai artis penyanyi, menyanyikan lagu-lagu karya orang lain seperti penyanyi-penyanyi lain.
Hanya, Eni mengakui, saat menyanyikan lagu Oplosan tersebut tidak minta ijin atau menyebutkan penciptanya. Masalahnya, sejak mulai menjadi penyanyi sekitar 1996, Eni tidak pernah minta ijin kepada pencipta lagu-lagu yang dia bawakan.
Meskipun Nur Bayan belum bisa membuktikan bahwa lagu oplosan tersebut adalah ciptaannya, namun jika terbukti bersalah Eny Sagita bisa dijatuhi hukuman yang cukup berat. Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Nganjuk Luchas Rohman mengatakan, Eny dijerat dengan pasal pelanggaran hak cipta. Sesuai Undang-Undang Hak Cipta, terdakwa bisa dijatuhi hukuman penjara maksimal tujuh tahun serta denda sebesar Rp 5 miliar.
Hukuman Berkaitan dengan Undang-undang
Berdasarkan UU No. 19/2002, jika terbukti bersalah apa yang dilakukan oleh Eny Sagita merupakan perbuatan pelanggaran hak cipta.
Pada BAB II  mengenai Lingkup Hak Cipta, bagian pertama  :
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2 ayat (1) :
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang¬undangan yang berlaku.

BAB VII  mengenai Hak Terkait :
·           Pasal 49 ayat (1) :
Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.

·           Pasal 49 ayat (2) :
Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan Karya Rekaman suara atau rekaman bunyi.
Maka Pasal yang menjerat yaitu pada BAB XIII mengenai Ketentuan Pidana:
·           Pasal 72 ayat (1) :
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 
Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk menetapkan status Eni Sagita sebagai tersangka dan segera dinaikkan sebagai terdakwa. Kendati demikian, kejaksaan tidak langsung menahan tersangka dengan pertimbangan, yang bersangkutan memiliki anak kecil. Tersangka berjanji tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, dan dijamin oleh orang tuanya.

Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.        Eny Sagita, penyanyi dangdut asal Nganjuk yang sukses mempopulerkan lagu Oplosan kesandung persoalan hukum. Dia didakwa melakukan pelanggaran hak cipta karena lagu tersebut ternyata bukan karya aslinya dan menyanyikan lagu tanpa mendapat ijin dari penciptanya
2.      Eny tidak pernah minta ijin kepada pencipta lagu-lagu yang dia bawakan. Karena memang ia tidak tahu, kalau harus ijin atau menyebutkan nama penciptanya. Kebanyakan warga Indonesia tidak mengetahui sepenuhnya apa saja lingkup hukum mengenai Hak Cipta.
3.      Dari kasus di atas sang pencipta lagu Nur Bayan, belum bisa membuktikan bahwa lagu oplosan tersebut adalah ciptaannya. Karena kurang tahunya para pencipta bahwa karyanya dapat di daftarkan HAKI di Depkumham sehingga dapat terlindungi.
4.      Berdasarkan UU No. 19/2002, apa yang dilakukan oleh Eny Sagita adalah merupakan perbuatan pelanggaran Hak Cipta dan dapat dijerat Pasal 72 ayat 1 dan diancam pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 

Referensi

[1]      Tempo. 21 Januari 2014. “Pelantun Lagu Oplosan Terancam Hukuman 7 Tahun”. http://www.tempo.co/read/news/2014/01/21/219547028/Pelantun-Lagu-Oplosan-Terancam-Hukuman-7-Tahun.

[2]       Anjukzone. 28 April 2014. “Nyanyi Oplosan Eni Sagita Terancam 7 Tahun Penjara”. http://www.anjukzone.com/index.php/hukum/1599-nyanyi-oplosan-eni-sagita-terancam-7-tahun-penjara.



Minggu, 27 April 2014

Kasus Cyberlaw (Pertemuan 5)

Studi Kasus : Perbandingan Kasus Hacking di Indonesia dan Singapura

Oleh :
Indri Noviyanti. 13110539.
Fildzah Zhafrina. 12110781.


Kasus Hacking di Indonesia
Pada tanggal 09 dan 10 Januari 2013 lalu, Wildan Yani Ashari berhasil melumpuhkan situs presiden Susilo Bambang Yudhoyono, http://www.presidensby.info. Wildan merupakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Balung 2011 jurusan teknik bangunan. Pekerjaan Wildan sehari-hari adalah sebagai penjaga sekaligus teknisi di Warnet CV Surya Infotama milik Adi Kurniawan, saudara sepupunya.
Dari aksinya tersebut, Wildan berhasil mengubah tampilan laman www.presidensby.info dengan tampilan Jemberhacker Team dan membuat situs tidak bisa diakses selama 2 jam. Namun, tidak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya sang pelaku berhasil diringkus pihak kepolisian. Wildan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. Jaksa menilai pemuda yang meretas situs http://www.presidensby.info itu telah melanggar Pasal 46 ayat (1) juncto Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Ada dua hal yang meringkan tuntutan bagi Wildan. Pertama, Wildan tidak pernah dihukum atau dipenjara dan Kedua, ada permintaan saksi dari Mabes Polri bahwa Wildan sangat berbakat dan perlu diarahkan agar bisa menggunakan keahliannya dengan baik dan berguna. Pada akhirnya, Jaksa penuntut umum menuntut Wildan dengan hukuman selama 10 bulan penjara. Wildan juga diwajibkan membayar denda sebanyak Rp 250 ribu subsidier satu bulan penjara.

Kasus Hacking di Singapore
Dua hacker Singapura diciduk sebagai pelaku hacking terhadap situs resmi milik Istana. Kedua terdakwa diidentifikasi beberapa hari setelah administrator laman Istana melapor ke polisi. Dua orang terduga ini ditangkap pada Kamis (28 November 2013), dan diadili Jumat (29 November 2013). Dua orang yang tersebut adalah Melvin Teo, seorang siswa ITE berusia 17 tahun, dan Delson Moo, pria berusia 42 tahun. Teo dituduh memodifikasi isi server itu pada pukul 12.33 waktu setempat. Sedang Moo diduga melakukan tindakan serupa pada pukul 12.34. Keduanya dituduh melakukan tindakan itu dua kali pada 8 November 2013.
Berdasarkan peraturan tentang penyalahgunaan komputer dan keamanan cyber negara itu, terdakwa terbukti modifikasi bahan komputer secara tidak sah dan dijerat pasal 5 (1) Penyalahgunaan Komputer dan Cybersecurity Act Bab 50A.

Computer Misuse and Cybersecurity Act (CHAPTER 50A)
An Act to make provision for securing computer material against unauthorised access or modification, to require or authorise the taking of measures to ensure cybersecurity, and for matters related thereto.
(5)  For the purposes of this Act, access of any kind by any person to any program or data held in a computer is unauthorised or done without authority if —
(a)  he is not himself entitled to control access of the kind in question to the program or data; and
(b)  he does not have consent to access by him of the kind in question to the program or data from any person who is so entitled.

Berdasarkan undang-undang ini , hukuman maksimalnya adalah denda sebesar $ 10.000 hukuman penjara 3 tahun, atau keduanya.

Analisa Kasus
Berdasarkan kasus hacking yang telah disebutkan diatas, baik kasus hacking yang terjadi di Indonesia maupun Singapura, keduanya memiliki persamaan yaitu pelaku melakukan akses ke situs pemerintahan. Di Indonesia, berdasarkan cyberlaw yang berlaku, pelaku mendapatkan hukuman 6 tahun pidana penjara dan/atau denda sebanyak 600 juta rupiah. Sedangkan di Singapura, berdasarkan cyberlaw yang berlaku, pelaku mendapatkan hukuman 3 tahun pidana penjara dan/atau denda sebesar $10.000. Dapat terlihat jelas bahwa hukuman bagi pelaku hacking berdasarkan cyberlaw di Indonesia lebih berat dibandingkan dengan cyberlaw di Singapura.

Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumya, dapat diambil kesimpulan bahwa setiap negara memiliki cyberlaw dan dalam kasus hacking yang telah dibahas sebelumnya, hukuman bagi pelaku berdasarkan cyberlaw di Indonesia lebih berat dibandingkan dengan cyberlaw di Singapura.

Referensi
 [1]       AGC Singapore. 26 April 2014. “Computer Misuse and Cybersecurity Act (CHAPTER 50A)”. http://statutes.agc.gov.sg/aol/search/display/view.w3p;page=0;query=DocId:8a3534de-991c-4e0e-88c5-4ffa712e72af%20%20Status:inforce%20Depth:0;rec=0.
[2]        Majalah ICT. 26 April 2014. “Wildan Peretas Situs SBY Dihukum 6 Bulan”. http://majalahict.com/berita-1661-wildan-peretas-situs-sby-dihukum-6-bulan.html.
[3]        Nouval, Alvin. 26 April 2014. “Singapura tangkap lagi 2 hacker yang kacaukan situs negara”. http://www.merdeka.com/teknologi/singapura-tangkap-lagi-2-hacker-yang-kacaukan-situs-negara.html.
[4]        The Real Singapore. 26 April 2014. “Police Arrest Two Singaporeans In Connection With Istana Website Hack”. http://therealsingapore.com/content/police-arrest-two-singaporeans-connection-istana-website-hack.
[5]        UNS. 26 April 2014. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik”. http://arsip.uns.ac.id/unduh/UU-ITE.pdf.



 

CHEER UP!! がんばって~ Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal