Studi Kasus : Kasus Prita Mulyasari
Oleh
:
Fildzah
Zhafrina. 12110781.
Indri
Noviyanti. 13110539.
Kronologi Peristiwa
Kasus yang menimpa Prita
Mulyasari mulai dari awal dia berobat ke RS Omni International sampai kemudian digugat
secara perdata dan pidana lalu dipenjara selama tiga minggu lamanya :
- 7 Agustus 2008, 20:30
Prita
Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan
pusing kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal
200.000), suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan
diberi suntikan dengan diagnosa positif demam berdarah.
- 8 Agustus 2008
Ada
revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat
banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak,
Prita minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat.
- 9 Agustus 2008
Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara.
Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya
Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan
kanan juga bengkak, dia memaksa agar
infus diberhentikan dan menolak disuntik
lagi.
- 10 Agustus 2008
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian
lab terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan
mata kiri.
- 11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita
memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang
menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit
27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan
adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI
berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid.
Di rumah sakit yang baru, Prita
dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus yang menular.
- 15 Agustus 2008
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak
rumah sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain
dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke
beberapa milis dan forum online.
- 30 Agustus 2008
RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus.
- 22 September 2008
Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke
seluruh costumernya.
- 8 September 2008
Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi
email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.
- 24 September 2008
Gugatan perdata masuk.
- 11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti
melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis membayar
kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran
nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Prita langsung mengajukan
banding.
- 13 Mei 2009
Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga
dilaporkan oleh Omni.
- 2 Juni 2009
Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima
keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang.
- 3 Juni 2009
Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA
membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul
kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota.
- 4 Juni 2009
Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN
Tangerang.
Analisa Kasus
Kasus
penahanan yang menimpa Prita
Mulyasari memunculkan gelombang protes serta dukungan dari para
blogger, praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat
negara. Sampai tanggal 5 Juni 2009 dukungan terhadap Prita di Facebook hampir
mencapai 150 ribu anggota, begitu pula dukungan melalui blog yang disampaikan
para blogger terus bertambah setiap harinya. Beberapa kalangan
menilai Prita tidak layak ditahan serta hanya menjadi korban penyalahgunaan
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, tak kurang pula Megawati Soekarno putri ikut menilai
Prita merupakan korban neoliberalisme.
Prita didenda 204 juta rupiah, menyebabkan dukungan baginya
tumbuh lebih kuat. Sebuah milis dan kelompok Facebook yang disebut "KOIN
UNTUK PRITA" mulai mengumpulkan uang dari orang-orang di seluruh
Indonesia. Orang-orang mulai mengumpulkan koin untuk membantu Prita membayar
denda.
Besarnya dukungan serta
simpatisan atas kasus ini membuat Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, meminta
penjelasan dari Kapolri dan Jaksa Agung, serta meminta seluruh jajaran penegak
hukum untuk memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat dalam menjalankan
tugas. Kemudian, melihat
dukungan besar bagi Prita, RS Omni Internasional mencabut gugatan perdatanya.
Hukuman Berkaitan dengan Undang-undang
Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum
atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para
pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan
kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital
sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Berdasarkan
kasus di atas, pada
tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan
Negeri Tangerang menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang merugikan
pihak rumah sakit sehingga :
·
Harus
membayar kerugian material sebesar Rp161 juta sebagai pengganti uang
klarifikasi di koran nasional dan Rp100 juta untuk kerugian immaterial.
·
Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan
Negeri Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan
karena dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti.
Namun pada akhirnya, Majelis hakim
Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari tidak terbukti secara
sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International.
Tanggal 3 Juni 2009 Prita dibebaskan
dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi tahanan kota. Kemudian
pada tanggal 11 Juni 2009 Pengadilan
Negeri Tangerang mencabut status tahanan kota.
Melalui
persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni 2009, Majelis hakim
menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita Mulyasari tidak
jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui persidangan
tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum.
Kesimpulan
Dari
pembahasan sebelumya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
- Selama masa perawatan di RS Omni Internasional, Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, di samping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter.
- Disebabkan karena pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit, Prita kemudian menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis.
- Surel tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik
- Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita dijerat Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan dan membayar denda.
- Kasus penahanan yang menimpa Prita Mulyasari memunculkan gelombang protes serta dukungan dari para blogger, praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat negara. Sehingga akhirnya Prita Mulyasari terbebas dari hukum dan tidak terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International.
Referensi
[1] Wikipedia.
28 April 2014. “Rumah Sakit Omni Internasional”. http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Sakit_Omni_Internasional.
[2] Zulkarnaen, Iskandar. 03 Juni
2009. “Studi Kronologi Kasus Prita Mulyasari”.
http://hukum.kompasiana.com/2009/06/03/kronologi-kasus-prita-mulyasari-13940.html.
[3] Wikipedia.
28 April 2014. “Prita Mulyasari” . http://id.wikipedia.org/wiki/Prita_Mulyasari.
1 komentar on "Kasus RUU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) (Pertemuan 8) "
Kasian sekali dia, RS nya juga semena mena
plazalagu
Posting Komentar